Rabu, 28 November 2012


Planet terkecil di alam semesta
alt
Kepler 10b, planet terkecil di luar tata surya kita dengan suhu ekstrim hingga mencapai 1.500 C. (NASA)

Planet ini jauhnya sekitar 3.000 juta mil dengan suhu 2.400 F, sehingga tidak mungkin bagi kehidupan alien.
Dunia berbatu yang diberi nama Kepler 10b ini sedang dipaparkan oleh para astronom sebagai salah satu penemuan terbesar dalam sejarah—sebuah ‘pertalian yang hilang’ antara Bumi dengan planet-planet raksasa yang terbuat dari gas.
Nasa pada 10 januari lalu telah mengungkap Kepler 10 secara lengkap, sebagai planet berbatu terkecil di luar tata surya kita, untuk pertama kalinya.
Planet ini ukurannya 1,4 Bumi dengan orbit bintang yang jauhnya 560 tahun cahaya.
Planet ini ditunjuk dengan tepat oleh Kepler, teleskop senilai 380 juta pound milik NASA, yang pangkalannya terletak pada satelit ruang angkasa, dan telah melakukan observasi lebih dari delapan bulan. Panas yang kuat dari Kepler 10b berasal dari orbit bintang yang begitu dekat, namun terlalu jauh dan kecil untuk diamati secara langsung.
Ukuran planet dan orbit planet ini dapat terpecahkan dengan mengukur frekwensi serta ukuran dari ‘kedipannya’.
Dr. Geoffrey Marcy, dari University of California, Berkley, mengatakan bahwa Kepler 10b adalah ‘sebuah jembatan penghubung antara planet-planet gas raksasa yang telah kita temukan dengan Bumi‘.
alt
Planet berbatu—yang dinamai Vulcan oleh sejumlah ilmuwan NASA. (AFP/Getty Images)

Ia menambahkan, “Hal ini pertanda sebagai salah satu temuan ilmiah yang paling mendalam dalam sejarah manusia.”
 “Temuan Kepler 10b merupakan tonggak penting dalam pencarian planet yang mirip dengan Bumi kita,” ujar seorang juru bicara NASA di Washington.
Teleskop ruang angkasa telah diluncurkan ke dalam orbit Bumi, Maret 2009, yang nampaknya untuk mengamati planet-planet dalam gugus Cygnus dan Lyra.
Dr. Natalie Batalha, dari Pusat Riset Ames, NASA, di Moffett Field, California, yang juga penulis makalah utama tentang penemuan ini dalam Jurnal Astrophysical, mengatakan, “Seluruh kemampuan terbaik Kepler telah dikumpulkan untuk menghasilkan bukti kuat pertama dari sebuah planet berbatu yang mengorbit satu bintang selain matahari kita.”
Tahun lalu sebuah obsrevatorium Eropa telah menemukan planet yang paling mirip dengan Bumi—sebuah dunia tiga kali ukuran Bumi kita.
Planet Gliese g nampaknya memiliki atmosfir dan gravitasi yang mirip dengan Bumi. (Erabaru/DM/sua)
 planet venus mengerikan
Meski planet kedua di tata surya ini memiliki nama serupa dewi cinta Roma namun planet ini tak penuh cinta. Untuk permulaan, permukaan planet ini mencapai 900 derajat Fahrenheit.




Karenanya, planet kedua ini dinobatkan sebagai planet terpanas di tata surya. Lebih buruk lagi, selimut tebal karbon dioksida menekan 92 kali tekanan atmosfer Bumi di lanskap kering. Awan kusam yang menghalangi pandangan pada permukaan planet itu merupakan asam sulfur.
Seperti dibayangkan, mempelajari Venus terbukti menjadi pekerjaan sulit. Sedikit demi sedikit, ilmuwan mempelajari lebih banyak mengenai tetangga Bumi ini. Berikut beberapa misteris terbesar mengenai obyek paling terang di langit setelah matahari dan bulan.

Iklim serupa Bumi
Venus kadang disebut sebagai ‘kembaran jahat’ Bumi. Dalam ukuran, komposisi dan lokasi orbit, neraka Venus sebenarnya planet termirip Bumi. Di awal sejarah Venus, para ilmuwan menduga dunia itu sangat mirip Bumi, dengan lautan dan iklim lebih dingin.
Namun, lebih dari beberapa miliar tahun, efek rumah kaca yang ada sangat berpengaruh. Venus sekitar sepertiga lebih dekat matahari dibanding Bumi. Karenanya, Venus mendapat sinar matahari dua kali lebih banyak. Panas ekstra ini menyebabkan penguapan hebat di awal permukaan air.
Pada akhirnya, uap air terperangkap panas yang lebih panas. Pemanasan lebih lanjut planet ini memicu penguapan yang lebih besar hingga akhirnya lautan pun mengering dan menghilang. “Mekanisme ini masuk akal dari Venus awal yang seperti Bumi menjadi Venus saat ini,” kata kurator Astrobiologi David Grinspoon di Denver Museum of Nature & Science.
Ilmuwan interdisipliner pada misi Venus Express, pesawat ruang angkasa yang mengorbit Venus sejak 2006, ini mencari tahu kapan persisnya dan bagaimana Venus menjadi ‘tungku’ untuk membantu pemodelan perubahan iklim Bumi dan menghindarkan Bumi dari nasib serupa Venus.

Atmosfer berotasi super
Venus memutari porosnya jauh lebih lambat dari Bumi. Alhasil, setahun di Venus serupa 243 hari di Bumi. Berdasar hal ini, diketahui angin di puncak awan Venus bisa mencapai 360 km/jam atau 60 kali kecepatan memutar planet.
Secara proporsional, jika angin serupa muncul di Bumi, angin awan khatulistiwa mencapai kecepatan menakjubkan, 9.650 km/ jam. Pendorong cepatnya rotasi Venus adalah energi sinar matahari, papar Grinspoon. Namun, cara kerja penuh fenomena ini tetap menjadi misteri.

Berputar terbalik
Saat dilihat dari kutub utara matahari, semua planet di tata surya mengorbit matahari dengan arah berlawanan dan semuanya hampir berputar searah sumbunya. Namun tidak untuk Venus. Planet kedua ini memiliki rotasi retrograde seperti Uranus.
Artinya, matahari terbit dari barat dan terbenam di timur di planet itu. Perputaran searah jarum jam ini mungkin hasil tabrakan kosmik awal dalam sejarah Venus.

Petir misterius
Petir dari awan Venus hingga kini masih menjadi pertanyaan terbuka. Meski pesawat ruang angkasa Venus Express telah ‘mendengar’ elektromagnetik statis yang secara karakteristik menghasilkan petir di Bumi, kamera belum pernah ‘menangkap’ petir ini, kata Grinspoon.
Cara terbentuknya petir ini juga masih misterius. Di Bumi, peran kunci dimainkan kristal es awan. Di Venus, pasokan bahan ini sangat sedikit dijumpai di atmosfernya yang sangat kering.

Kehidupan Alien di Venus?
Grinspoon mengakui adanya argumen masuk akal mengenai kehidupan Venus, bukan di permukaan planet yang super panas itu namun di awannya. Sekitar 50 km di atas awan seharusnya ada tempat yang bisa dihuni yang memiliki tekanan dan suhu seperti Bumi.
Untuk mendapat energi, makhluk mengambang menyerupai bakteri bisa menggunakan sinar matahari atau bahan kimia di awan. Tentunya, makhluk ini akan mentolerir asam sulfat. Di sisi lain, extremophiles di Bumi menunjukkan, kehidupan bisa berkembang di lingkungan paling keras sekalipun. “Sangat perlu menjelajah awan karena beragam alasan. Salah satunya kemungkinan keberadaan kehidupan eksotis ini,” tutup Grinspoon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar